Senin, 16 Agustus 2010

Menghayati makna puasa sebenarnya

Menjelang bulan suci ramadhan ini, umat islam bersuka-cita menyambutnya. Tak terkirakan bahagianya umat islam bila bulan ini tiba. Ada yang membuat segala macam makanan, mulai dari bubur hingga kolak untuk di bagi-bagikan untuk berbuka puasa sebagai rasa suka-cita.

Oh, nan elok dan bahagianya awak
Bila ramadhan telah hadir
Segala macam cara awak lakukan bersama saudara-saudara
Semata hanya untuk menyambut ramadhan
Hari dimana tidur orang puasa berpahala
Berjalan mendapat hitungan amal baiknya
Pahala dilipat gandakan layaknya sedang di obral
Ya, memang kini sedang di obralnya pahala
Maka awakpun bersuka-cita dan bersyukur menyambutnya.


Namun, di kala kita melakukan kesucian ini terkadang kita merasa lemas untuk bekerja, kita lebih sering ke masjid ketika waktu bekerja dengan alasan untuk beribadah, namun nyatanya tertidur pulas dan hanya mengkotori masjid saja.
Miris memang ketika kita melakukannya dalam keadaan benar-benar sadar. Sebenarnya, apabila ketika kita mengucapkan “nawaytu shouma ghodin an ‘adaain fardhi syahrin rhomadhona hadzihi sanatin fardhu lillahi ta’ala” dengan niat yang mantap dan kesungguhan hati sudah penuh ketekadan, maka kita akan kuat untuk melaksanakan ibadah ini. Selama ini kita masih menganggap bahwa puasa ini hanya sebagai kewajiban, maka dengan kita melakukannya maka gugurlah kewajiban itu. Tapi apakah kita pernah berpikir, apakah puasa yang kita lakukan ini sudah layak untuk diterima Allah? Sebenarnya ketika kita merasa lemas dan tidak sanggup melaksanakan puasa itu hanyalah efek dari pola pikir kita. Ketika kita mempunyai pola pikir lapar dan tidak kuat berpuasa, maka dari pola pikir itu akan merangsang adrenalin merangsang organ-organ pencernaan untuk melakukan aktivitas, dan merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung yang berguna dalam penghancuran makanan didalam lambung saat lambung dalam keadaan kososng, dari produksi asam lambung yang berlebih ini maka akan mengakibatkan asam lambung itu mengendap dalam lambung, sehingga mempuat kita perih atau sakit perut. Sebenarnya munculnya pola-pikir kita yang seperti itu adalah karena niat yang lemah karena iman yang lemah. Saudaraku, ketika kita mengucapkan niat, kita mantapkan hati kita! Kita lakukan dengan suka cita, jangan jadikan puasa ini hanya sebagai kewajiban sehingga menjadi beban bagi kita dalam melaksanakannya. Ikhlas. Itu adalah kunci kehidupan sebenarnya. Dengan ikhlas, hidup terasa indah dan berfaidah. Wallahu a’lam bisshawab.

Tidak ada komentar: